(oleh : Nana Sutisna, M.Pd.)
A.
Pengantar
Mengapa
kemampuan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan terutama di kalangan peserta
didik? Seberapa pentingkah kemampun literasi baca-tulis bagi peserta didik? Pertanyaan lebih jauh, seberapa
berpengaruhkah kemampuan literasi baca-tulis terhadap masa depan suatu bangsa?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
saling terkait terebut, mari kita simak uraian berikut ini. Baca-tulis merupakan
keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Menyusun laporan,
merangkum bacaan, menyusun hasil praktikum, menjawab soal, hingga menyusun
karya tulis adalah sebagian kegiatan peserta didik yang melibatkan kemampuan
literasi baca-tulis.
Kemampuan
literasi baca-tulis peserta didik akan mencerminkan wawasan pengetahuan yang
dimilikinya. Peserta didik yang literat berpotensi
memiliki wawasan pengetahuan yang luas untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik tersebut
relatif lebih mudah menjalani kehidupan, khususnya dalam bidang akademik.
Sebaliknya, siswa yang aliterat akan kesulitan
dalam menjalani kehidupan terutama dalam bidang akademik. Dengan
demikian, kemampuan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan di kalangan peserta
didik.
Lantas bagaimana
pengaruh kemampuan literasi baca-tulis terhadap masa depan bengsa? Pada abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi
peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan baca-tulis yang
berujung pada kemampuan memahami dan menuangkan informasi secara analitis,
kritis, dan reflektif. Tak dapat dipungkiri lagi, kemampuan literasi baca-tulis
berperanan penting dalam memenangkan persaingan di dunia internasional.
B.
Masalah
Patut
disayangkan, kemampuan literasi baca-tulis terutama dalam memahami bacaan,
menunjukkan kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah dibandingkan
dengan negara lain. Hal ini terbukti dari hasil uji internasional literasi
membaca yang mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil membaca
dalam bentuk tulisan. Pengujian ini dilakunkan PIRLS
(Progress in International Reading
Literacy Study) tahun 2011.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia
menduduki peringkat ke - 45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor
rata-rata 500. Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA (Programme for
International Student Assessment) tahun 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada
pada peringkat ke-57 dengan skor 396 dari skor rata-rata 493. Pada PISA 2012 menunjukkan peserta didik
Indonesia berada pada peringkat ke - 64 dengan skor 396 dari skor rata-rata 496.
Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. (Dirjen Dikdasmen, 2016 : i)
Data di atas cukup mencemaskan kita semua. Bagaimana
tidak? Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat mempersiapkan generasi emas 2045, dihadapkan pada kenyataan
bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan
sebagai bonus demografi kemampuan literasinya rendah. Bonus
demografi yang dimaksud adalah jumlah penduduk usia muda (usia rata-rata sekolah)
lebih bayak dibandingkan dengan penduduk usia tua. Kondisi ini akan berlangsung
antara tahun 2012 hingga 2035. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 diketahui bahwa jumlah anak usia
0 - 9 tahun mencapai 45,93 juta, dan anak usia 10 - 19 tahun berjumlah 43,55
juta jiwa. Mereka inilah kader generasi emas 2045. Pada tahun 2045 mereka yang berusia 0 - 9
tahun akan berusia 35 - 45 tahun dan yang berusia 10 - 19 tahun akan berusia 45
- 54 tahun. Apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan benar, tidak menutup
kemungkinan genersi emas akan menjadi
generasi lemas.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan
literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Hal ini berkaitan dengan kultur
lisan lebih dominan daripada baca-tulis dalam lingkungan peserta didik. Peserta didik
lebih tertarik mencari informasi dari menyimak tontonan daripada membaca
tulisan. Di lingkungan sekolah, rendahnya kemampuan literasi baca-tulis peserta
didik karena ketidaktahuan akan manfaat yang diperoleh dari kegiatan baca-tulis.
Efektifitas praktik pelajaran baca-tulis di kelas yang kurang dan terbatasnya kuantitas
dan kualitas buku rujukan menyebabkan pempelajaran
tersebut kurang berhasil. Selain itu, apresiasi sekolah terhadap sarana penyaluran bakat baca-tulis semisal majalah dinding, buletin,
majalah sekolah, koran, buku sastra, dan blog atau situs sekolah masih
tersendat.
C. Pembahasan dan Solusi
1. Upaya Menumbuhkan Kemampuan Literasi Baca-Tulis.
Untuk mengatasi rendahnya kemampuan literasi baca-tulis
di kalangan peserta didik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan
Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan
guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat. GLS memperkuat gerakan
penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam
gerakan tersebut adalah “kegiatan 15
menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan
ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan
keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi
baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global
yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Setahun lebih GLS diluncurkan. Gaung GLS merasuk ke semua
tingkatan pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah, termasuk ke SMAN
2 Sumedang, tempat penulis mengabdi. Dalam
kurun waktu tersebut ketika upaya digulirkan
serta-merta tantangan selalu hadir mengikutinya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan di
SMAN 2 Sumedang untuk meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis berpedoman
pada buku panduan GLS berkut ini.
a. Tahap pembiasaan
Kegiatan pertama yang dilakukan di SMAN 2 Sumedang adalah
pembiasaan membaca selama 15 menit setiap hari. Kegiatan yang dilakukan para guru
adalah membacakan kutipan buku dengan nyaring dan
mendiskusikannya. Ada pula guru yang menyuruh peserta
didik membaca mandiri. Tujuan kegiatan ini adalah memotivasi peserta didik untuk
mau dan terbiasa serta menunjukan bahwa
membaca sesuatu kegiatan yang menyenangkan. Disamping itu, tujuan kegiatan
tersebut adalah untuk memperkaya kosakata, menjadi sarana berkomunikasi antara
peserta didik dan guru, dan mengajarkan strategi membaca.
Kegiatan tahap pembiasaan selanjutnya adalah membaca buku
dengan memanfaatkan peran perpustakaan.
Dalam praktiknya, perpustakaan sekolah menyelenggarakan kegiatan penunjang
keterampilan literasi informasi bagi para peserta didik. Keterampilan ini
kemudian diterapkan peserta didik saat mereka mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan oleh guru bidang mata pelajaran yang diajarkan melalui tugas
meringkas atau membuat sinopsis buku. Tujuan kegiatan ini adalah memperkenalkan proses membaca, mengembangkan kemampuan
membaca secara efektif dan meningkatkan kemampuan pemahaman bahan bacaan yang
efektif.
Membaca terpandu dan membaca mandiri adalah kegiatan berikutnya. Guru memandu
peserta didik membaca dalam kelompok yang lebih kecil. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk aktif meningkatkan pemahaman, menganalisis bacaan, membuat
tanggapan terhadap bacaan dan membuat peserta didik mampu membaca mandiri.
b. Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan adalah berbagai kegiatan tindak lanjut
yang dilakukan guru setelah kegiatan 15
menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dilakukan
secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu). Adapun kegiatan tindak lanjut seperti
berikut: menulis komentar singkat terhadap buku, bedah buku, reading award, dan mengembangkan iklim
literasi sekolah..
c. Tahap
Pembelajaran
Dalam tahap pembelajaran ini berbagai jenis kegiatan
pernah dilakukan di SMAN 2 Sumedang termasuk lima belas menit
membaca setiap hari sebelum jam pelajaran. Kegiatan literasi lain dalam
pembelajaran adalah dengan sistem pemberian tagihan akademik kepada peserta
didik. Dalam hal ini, guru pun dituntut melaksanakan berbagai strategi untuk
memahami teks dalam semua mata pelajaran. Menggunakan lingkungan fisik, sosial,
afektif, dan akademik disertai beragam
bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks
pelajaran sangat dtekankan kepada guru-guru untuk memperkaya pengetahuan dalam
mata pelajaran. Di samping itu, peserta didik dituntut menulis biografinya
dalam satu kelas sebagai proyek kelas.
2. Tantangan Menumbuhkan Kemampuan Literasi Baca-Tulis.
Pada tahap pembiasaan, kegiatan membaca selama 15 menit setiap hari
ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi SMAN 2 Sumedang. Meluangkan waktu lima belas menit dalam
pembelajaran tampaknya kelihatan ringan.
Selama lima belas menit guru hanya dituntut membacakan kutipan buku
dengan nyaring dan mendiskusikannya atau peserta didik membaca mandiri. Pada
kenyataanya, masih ada anggapan beberapa guru di SMAN 2 Sumedang yang tidak mau
jam mengajarnya terpotong. Mereka beralasan selain itu terpotong kegiatan
tersebut, jam mengajar mereka terpotong pula
oleh waktu berdoa, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengabsen
peserta didik, dan lain-lain. Meskipun demikian, ada beberapa guru yang sudah
melaksanakan kegiatan tersebut, namun masalah konsistensi dan kesinambungannya tak bisa dijaga.
Membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakaan, membaca terpandu, dan membaca mandiri
adalah kegiatan berikutnya dalam tahap
pembiasaan. Tantangan dalam kegiatan ini adalah kuantitas dan kualitas buku di
perpustakaan sangat terbatas. Buku-buku penunjang, seperti buku sastra selalu
tidak signifikan dengan jumlah siswa.
Setelah tantangan pada tahap pembiasaan, muncul pula
tantangan pada kegiatan tahap pengembangan. Tak dapat dipungkiri, tantangan ini
muncul karena kegiatan ini adalah tindak lanjut yang dilakukan guru setelah
kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut
dilakukan secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu). Menulis komentar singkat
terhadap buku yang dibaca di jurnal membaca harian adalah kegiatan tahap
pengembangan yang selalu dihadapkan pada sebuah tantangan. Walaupun jurnal membaca harian dapat dibuat
secara sederhan, singkat, namun konsistensi selalu terkendala. Padahal peserta
didik hanya mengisi sendiri jurnal hariannya dengan menyebutkan judul buku, dan
pengarang.
Bedah buku secara sederhana dapat diartikan sebuah
kegiatan mengungkapkan kembali isi suatu buku secara ringkas dengan memberikan
saran terkait dengan kekurangan dan kelebihan buku tersebut. Tantangan yang
dihadapi dalam kegiatan tahap ini adalah terbatasnya buku-buku baru yang
berkualitas sebagai bahan resensi. Di
samping itu, faktor kejenuhan selalu menghantui peserta didik.
Reading award dan mengembangkan
iklim literasi sekolah juga merupakan tindak lanjut kegiatan 15 menit membaca. Apabila
dalam tahap pembiasaan sekolah mengutamakan pembenahan lingkungan fisik, dalam
tahap pengembangan ini sekolah dapat mengembangkan lingkungan sosial dan
afektif. Tantangan terberat dari kegiatan-kegiatan ini adalah belum populernya
penghargaan prestasi literasi di kalangan warga sekolah. Prosedur penentuan
penerima reading award belum
sepenuhnya dipahami oleh pihak-pihak yang terkait.
Bagaimana dengan tantangan membangun iklim literasi
sekolah? Ini merupakan tantangan yang tersulit. Menyadarkan seluruh warga
untuk melek litersi bukan perkara mudah.
Perlu kerja sama yang serius antara kepala sekolah, guru, tata usaha, siswa, orang
tua, dan masyarakat untuk mewujudkan gerakan mulia ini.
Terakhir, yang harus dihadapi dalam menumbuhkan kemampuan
litarasi baca-tulis di kalangan peserta didik adalah tantangan dalam tahap
pembelajaran. Tagihan akademik dan non akademik dari kegiatan ”lima belas menit
membaca setiap hari sebelum jam pelajaran” memerlukan kesiapan dan ketelatenan
semua warga sekolah. Selanjutnya, tantangan pada kegiatan tahap pembelajaran
dalam melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata
pelajaran selalu dikesampingkan. Akibatnya, kegiatan ini membosankan peserta
didik. Belum lagi penggunakan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik yang
disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi
di luar buku teks pelajaran belum maksimal.
3. Solusi
Kemampuan baca-tulis sebagai kemampuan literasi perlu ditekankan pada
peseta didik mulai sejak dini. Lebih lanjut tingkatan minat baca-tulis peserta
didik sangat menentukan kualitas dalam berwawasannya. Dalam proses pendidikan,
keberhasilan mereka sangat ditentukan oleh kemampuan membaca dan menulis.
Keberhasilan dari program literasi baca-tulis yang dilaksanakan
di sekolah bergantung kepada berbagai pihak, seperti kepala sekolah, guru, siswa, tata usaha,
komite, dan orang tua. Sinergitas semua warga sekolah sangat diperlukan dalam
hal ini. ”Membaca lima belas menit sebelum pelajaran di mulai setiap hari”,
perlu difahami oleh semua warga sekolah bahwa kegiatan ini adalah pondasi bagi
kegiatan literasi yang lainnya. Bagi guru yang merasa jam pelajarannya
terpotong, dengan kesepakatan bersama, solusinya dengan mengeser lebih awal jam
masuk sekolah. Biasanya jam 07.00 WIB bel berbunyi tanda masuk, digeser lebih
awal menjadi jam 06.45 WIB. Jika kegiatan lima belas menit ini berjalan dengan
lancar, tertib, dan berkesinambungan makan tahapan lain dari kegiatan literasi
akan lancar pula.
Keberadaan
perpustaakaan yang representatif amat dibutuhkan dalam upaya penumbuhan
kemampuan literasi baca-tulis. Kuantitas dan kualitas buku rujukan di
perpustakaan menjadi sentral dalam kegiatan ini. Pembangunan lingkungan fisik,
sosial, afektif, dan akademik yang disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya
literasi di luar buku teks pelajaran perlu mendapat perhatian setiap sekolah.
D. Kesimpulan dan Harapan
”Lima belas menit
begitu menenukan!” Ya, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
betapa pentinggya kegiatan ini dalam meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis
di kalangan peserta didik. Mengapa demikan?
Lihat Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
kalimat “kegiatan 15 menit membaca buku
nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai” tertuang secara eksplisit. Ini
menunjukan bahwa jiwa dari gerakan litersi sekolah adalah pembiasaan membaca 15
menit sebelum pembelajaran dimulai setiap hari. Adapun kegiatan tahap
pengembangan dan pembelajaran adalah tindak lanjut dari kegiatan ini.
Tampaknya kegiatan
membaca 15 menit ini banyak yang menganggap sepele.
Padahal tidak demikian. Kegiatan membaca 15 menit ini dapat menentukan masa
depan bangsa. Mudah-mudahan program ini dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab dan berkesimambungan. Pada akhirnya, harapan hasil uji internasional PISA dan PIRLS peserta didik kita bisa
sejajar dengan negara maju. Rasa pesimistis
dalam menyongsong era genersi emas 2045 dengan berbekal bonus demografi
yang literat akan berubah menjadi optimistis. Bonus demografi tidak akan menjadi
beban pembangunan melainkan menjadi
modal pembangunan di masa depan.
Marilah kita dapat berupaya meningkatkan kemampuan
literasi baca-tulis peserta didik. Meskipun di sana-sini tantangan selalu
menghadang. Luangkanlah minimal 15 menit untuk memberi kesempatan kita dan peserta didik untuk membaca.
Jadikanlah kegiatan ini menjadi ladang ibadah bagi kita dalam menuntut ilmu. Filsuf Muslim, Imam
Ghozali, pernah berkata, ”Menuntut
ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah
zikir. Mencari ilmu adalah jihad. Semoga dan semoga!